Dr. Herlinda, S.H., M.Kn
*Dosen Fakultas Hukum UB dan anggota MHH PDA Kabupaten Malang*
Dalam suatu Whatsapp Group, bertanyalah seorang ibu “apakah tidak ada hari pendidikan Nasional untuk ibu yang bekerja mendidik anaknya 24 jam dalam 7 hari? Adanya Hari ibu yang fokusnya kepada bagaimana ucapan terimakasih anak-anaknya kepada ibunya.” Dalam kesempatan ini, saya mencoba memberikan tanggapan perihal peran ibu dalam pendidikan nasional.
Dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 dikatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana Belajar danproses Pembelajaran agarpeserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Memang selanjutnya pada angka 6 dikatakan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Seolah ibu tidak ada peran.
Namun sebenarnya, bagaimana dapat terselenggaranya proses pendidikan formal ataupun non formal atau informal diluar sana, sebagai orang tua ada peran ibu di belakangnya.
Dalam ketentuan Pasal 7 UU SISDIKNAS, dikatakan bahwa:
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.
Bagaimana proses berlangsungnya pendidikan dasar kepada anaknya di rumah, tentu saja tidak bisa dilepaskan dari peran seorang ibu. Meskipun tidak semua anak itu beruntung selalu ada sosok ibu di rumahnya. Dalam situasi tertentu peran “ibu” bisa saja digantikan oleh neneknya, oleh bude atau bulenya atau seorang asisten rumah tangga sekalipun. Namun yang ingin dikatakan disini bahwa dalam suatu pendidikan peran ibu itu sangat penting.
Jika dilihat dari riwayat adanya hari pendidikan nasional, secara yuridis ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 Tanggal 16 Desember 1959. Tanggal 2 Mei dipilih berdasarkan tanggal lahir Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi. Sepanjang hidupnya, dia dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda, terutama terkait Pendidikan yang hanya mengutamakan anak-anak orang kaya atau yang lahir di Belanda. Dari kekritisan beliau itulah, beliau sempat diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda bersama 2 rekannya Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo. Ketiga tokoh tersebut dikenal sebagai Tiga Serangkai.Sepulang dari pengasingan tersebut, beliau mendirikan Taman Siswa hingga kemudian pasca Indonesia merdeka beliau diangkat sebagai Menteri Pendidikan. Perjuangan Ki Hadjar Dewantara ini kemudian menjadi inspirasi Pendidikan Nasional di Indonesia yang diperingati setiap tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Hari Pendidikan Nasional tahun 2024 mengusung tema “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Tema tersebut mengajak seluruh elemen bangsa, dari pendidik, peserta didik, sampai masyarakat luas, agar saling membantu untuk mewujudkan transformasi pendidikan di Indonesia.
“Bergerak bersama”, bersama siapa? Tentu ini juga bersama-sama ibu. Ada peran ibu disana. Ibu adalah sosok pertama yang akan memperkenalkan berbagai nilai-nilai kebaikan bagi anaknya. Meskipun diluar sana juga ada ibu bekerja yang tentunya tidak bisa setiap saat berada di dekat anaknya. Namun ia punya peran untuk menentukan siapa-siapa saja yang akan menggantikan perannya di rumah di saat ia jauh dari anak-anaknya. Ia yang akan melakukan seleksi siapa-siapa yang layak dan pantas untuk menggantikan perannya di rumah. Ia juga berperan menentukan treatment-treatment apa yang seharusnya dilakukan terhadap anaknya.
Dalam konteks merdeka Belajar, ibu mempunyai peran untuk mengarahkan kemerdekaan anak-anaknya dalam belajar. Merdeka disini bukan bebas tanpa batas. Merdeka disini bermakna tanpa paksaan dan tekanan. Anak bebas memilih sesuai minat dan bakatnya, namun seorang ibu membantunya dalam proses memilih jalan apa yang akan ditempuh anaknya untuk mewujudkan cita-citanya. Ibu juga mempunyai peran untuk menyampaikan batasan-batasan, norma-norma dari nilai-nilai kebaikan yang diyakini baik dari sisi Agama maupun sisi sosial kemasyarakatan yang di taati bersama.
Utamanya lagi, ibu mempunyai peranan besar dukungan sisi spiritual yaitu untuk mendo’akan anak-anaknya. Do’a ibu tanpa hijab (batas) langsung menembus langit. Kata-kata terakhir ini sebenarnya kata-kata saya kepada diri saya sendiri karena sebenarnya saya adalah seorang ibu, dan anak-anak saya saat ini juga dalam keadaan berjuang menggapai cita-citanya. Semoga ini menjadi pengingat bersama kita untuk senantiasa berperan aktif mendukung pendidikan anak-anak kita, yang artinya kita sebagai ibu juga sudah turut berbegerak bersama dalam mendukung majunya pendidikan nasional kita.
Sebagai kader Aisyiah, menurut saya perjuangan memajukan pendidikan nasional juga sejalan dengan risalah wanita berkemajuan yang telah ditetapkan dalam muktamar Aisyiyah ke-48 yang lalu dimana perempuan dalam hal ini khususnya seorang ibu mempunyai peran sebagai aktor perubahan, di antaranya dalam bidang pendidikan. Ibu harus turut andil dalam memperjuangankan anti keterbelakangan tanpa diskriminasi antara laki-laki dan perempuan.
Oleh karena itu, kepada semua ibu-ibu yang saat ini berjuang mendidik anak-anaknya. Ingin sekali saya katakan, bahwa Hari Pendidikan Nasional itu tidak hanya khusus untuk Guru, Dosen atau tenaga pendidik saja tapi juga untuk seorang ibu. “Selamat hari pendidikan nasional! bagi kita semua”